“Eh, iya Dis kenapa?”
“Ini aku tadi ketemu Bu Anis,
dia minta aku buat ngasih hasil ulangan harian kemarin ke kamu.
Kata Faris kamu udah pulang tadi, eh malah ketemu disini”
ucap Gadis sambil memberikan selembar kertas hasil ulangan Garsa.
“Ooh,
iya aku buru-buru soalnya. Mau latihan basket buat Olimpiade bulan depan. Ini
aja udah di tunggu temen di depan”
“Hmm
yaudah Sa kamu buruan gih, nggak enak juga sama temen kamu udah nunggu lama”
sahut Gadis dengan sebuah senyum simpul di bibir kecilnya.
“Kamu
gapapa kan, pulang sendiri?” ucap Garsa penuh perhatian.
“Gapapa
Sa, emang nya aku anak kecil apa haha”
“Yaudah
ya, Dis, aku berangkat dulu udah jam segini juga” sahut Garsa sambil melihat
jam tangan nya.
“Iya,
hati-hati ya Sa, jangan lupa makan siang!”
Ucapan Gadis yang terdengar seperti teriakan itu
mengiringi langkah Garsa menuju mobil yang telah menunggunya. Mobil yang
menghalangi waktu kebersamaan Gadis dan Garsa untuk pulang berdua.
Gadis tetap berdiri di depan gerbang sekolah, meskipun
mobil yang membawa kekasihnya itu telah pergi jauh dari hadapan nya. Dan sebuah
tepukan di pundak membuyarkan lamunan nya.
“Ngapain
Dis, berdiri di gerbang gini? Udah kaya mau gantiin kerjaan nya Pak Harun aja
lo haha” ucap Nindia sambil tertawa kecil yang mebuat matanya semakin sipit.
“Apaan
sih Nin bisa aja lo haha. Udah yuk balik! Udah sepi juga nih”
“Yuk!”
Nindia menatap heran pada Gadis yang terlihat terus menerus
menatap aspal. Tampak murung dan lesu beberapa hari ini. Tidak biasanya,
sahabatnya ini bersikap seperti itu. Dari bawah poni “dora” nya Gadis, Nindia
dapat melihat kantung mata yang cukup besar untuk seorang Siswi SMA seperti
mereka.
“Lo
kenapa sih Dis? Lagi sakit? Apa lagi ada masalah?”
“Hah?
enggak kok Nin, gue gapapa” sahut Gadis seraya menatap Nindia sambil tersenyum
simpul.
“Lo
mau coba bohong sama gue? Lo nggak akan bisa Dis” timpal Nindia seakan-akan dia
adalah Paranormal yang bisa membaca pikiran Gadis.
“Gue
aja nggak ngerti, Nin, gue kenapa. Beberapa hari ini, gue mikirin hubungan gue
sama Garsa yang makin renggang” sahut Gadis tanpa menghilangkan pandangan nya
dari aspal.
“Oooh,jadi
ini yang ngebuat mata sahabat gue berubah jadi mata panda? ahaha” ucap Nindia
sambil mencubit pipi Gadis.
“Aww,
sakit Nin! Nih rasain balesan dari gue hahaha” timpal Gadis sembil menarik
hidung Nindia.
“Aduh,
Dis, kayaknya gue nggak se-keras itu deh nyubit pipi lo” protes Nindia sambil mengerutkan
kening dan memegang hidung nya yang memerah.
“Ih
ngambek! Kalo ngambek susah dapet pacar loh Nin” sahut Gadis sambil berlari
mendahului Nindia.
“Gadiiiiiiiisss!
Ngeselin lo!” teriak Nindia sambil mengejar Gadis.
Tawa mereka mengisi manis nya matahari sore yang tampak
lelah memberi kehangatan dan ingin digantikan oleh sosok rembulan yang
mengantarkan dingin nya malam. Sedingin hati Gadis, saat membayangkan sosok
Garsa. Ya, dingin. Kehangatan yang dulu ia dapatkan dari senyuman Garsa, kini
telah luntur. Hadirnya sosok Andini di kehidupan mereka, membuat nya semakin
tak sanggup mempertahankan hubungan nya dengan Garsa yang telah ia bangun
selama hampir 2 tahun.
Gadis melirik singkat ke handphone
nya. Tak ada pesan dari Garsa. Apakah Garsa sedang asik sms-an dengan Andini
sampa ia lupa dengan ku? Apa Garsa sedang belajar bersama di rumah Andini,
karena mereka memang satu kelompok IPA? Semua bayangan Garsa bersama Andini
menghampiri pikirannya. Dan sebuah pesan singkat masuk ke handphone Gadis,
membuyarkan angan-angan buruknya.
From: Garsa
Malem, Dis :)
maaf baru bisa sms kamu sekarang, aku baru selesai latihan. Kamu udah belajar
buat besok?
Tanpa ia sadari sebuah senyum muncul di bibirnya. Ia pun mengirim
sebuh pesan kepada Garsa, bahwa ia sedang belajar untuk Ulangan besok dan
mengingatkan Garsa untuk tidak lupa makan. Gadis terlalu prihatin melihat badan
Garsa yang semakin kurus karena banyak nya aktifitas Garsa diluar sekolah.
Sebuah sms masuk, ternyata dari Nindia.
From: Nindia
Dis, gimana
hubungan lo sama Garsa? Dia masih ngabarin lo, kan? Gue mau lo ceritain
s-e-m-u-a-n-y-a besok ke gue pulang
sekolah! ;p
Gadis tersenyum membaca pesan itu. Ia tak membalas nya. Bukan
karena Gadis mengacuhkan Nindia, hanya saja Gadis sedang tidak ingin rumitnya
hubungan nya dengan Garsa membuatnya
jadi malas melanjutkan belajarnya malam ini.
Siang ini Nindia sangat bersemangat
saat bel pulang berdering. Ia senang pelajaran Fisika berakhir, bukan karena ia
benci Fisika, tapi karena guru nya yang membuat Nindia selalu mengantuk saat
mandengarkan panjelasan-penjelasan gurunya tersebut.
“Ohiya, Dis,
lo utang cerita sama gue” ucap Nindia sambil menaikkan sebelah alisnya. Gadis
sangat senang melihat Nindia dengan ekspresi seperti ini.
“Iya, Nin,
gue inget kok. Yaudah nanti mampir ke danau dulu aja ya, ceritanya lumayan
panjang soalnya” balas Gadis seraya memasukkan buku-buku nya ke dalam tas.
Parjalanan ke danau memakan waktu sekitar 15 menit. Nindia telah
menyiapkan berbagai cemilan karena Gadis bilang ceritanya lumayan panjang. Dan ‘lumayan
panjang’-nya Gadis, bagi anak-anak lain adalah sangat panjang. Mereka duduk
dibawah pohon rindang yang melindungi mereka dari teriknya matahari siang itu.
“Lo mau dari
mana gue cerita?”
“Semuanya”
jawab Nindia tanpa memalingkan wajahnya dari danau.
“Lo udah
lihat kan gimana kedekatan antara Andini sama Garsa beberapa minggu ini?”
“Eemm” jawab
Nindia sambil mengangguk-anggukan kepalanya.
“Yaa itu alesan gue kenapa gue mulai
ngerasa hubungan gue sama Garsa makin nggak karuan”
“Jadi lo nganggep
Andini sebagai penyebab ini semua, Dis?”
“Gue nggak bilang gitu ,Nin. Tapi,
Andini bisa jadi salah satu alasan kenapa hubungan gue sama Garsa jadi gini” ucap
Gadis sambil menapat Nindia lekat-lekat.
“Kalo gue bilang, lo nya juga harus
instropeksi deh Dis”
“Gue? Kenapa mesti gue? Yang salah tuh
mereka, Nin. Gue ud…..”
“Nah, keegoisan lo udah keliatan”
potong Nindia.
Gadis terdiam sejenak sebelum membalas
ucapan Nindia. Ia mencoba memahani tiap kata yang keluar dari mulut sahabatnya
itu. Egois? Apa aku yang egois? Bukan kah Garsa yang selalu tidak punya waktu
untuk ku? Bukan kah Andini, penyebab ini semua? Pertanyaan itu yang masih
tertahan di tenggorokan Gadis. Pertanyaan yang tertahan bersama luapan emosi
yang berkecambuk didalam hatinya. Ia menatap Nindia sejenak sebelum mengucapkan
sesuatu.
“Terus apa
yang harus gue lakuin, Nin?” suara Gadis mulai terdengar parau.
“Ya elo coba
intropeksi dulu aja, sayang”
“Lo nggak
ngerti gimana rasanya jadi gue sih, Nin!” suara Gadis mulai meninggi.
“Gue emang nggak ngerti, tapi gue tau betul
rasanya gimana. Karna gue pun pernah ada di posisi lo, Dis” sahut Nindia dengan
nada yang tak kalah tinggi.
“Lo tau kenapa hubungan lo sama Garsa
mulai keliatan jadi kaya temen biasa? Karna lo yang terlalu ngekang dia! Oke,
lo cemburu sama Andini,tapi cara lo salah,Dis. Hubungan Andini sama Garsa cuma
sekedar temen satu kelompok. Dan kelompok itu udah ditentuin sampai akhir
semester. Kebersamaan antara Andini dan Garsa bakal berakhir waktu naik kelas.
Apalagi lo nggak sekelas sama mereka. Mau nggak mau lo harus nerima itu,Dis.”
ucap Nindia lagi.
“Gue takut, Nin. Gue takut, hubungan
yang udah gue bangun bareng Garsa selama hampir 2 tahun ini sia-sia gitu aja”
sahut Gadis dengan mata yang sudah dipenuhi butiran air yang siap jatuh.
“Nggak ada yang sia-sia, Dis. Apa yang
udah lo jalanin sama Garsa, ya ini yang terbaik buat lo” ucap Nindia sambil
memegang tangan Gadis.
Dada Gadis serasa sesak, ia hanya
ingin Garsa mengerti bagaimana perasaan nya saat melihat Garsa bersama dengan
Andini duduk berdua di kelas. Pemandangan yang membuat hatinya hancur.yang ada
dalam hatinya hanya rasa takut. Takut posisinya akan digantikan oleh Andini.
Takut akan kehilangan Garsa. Takut akan berakhirnya hubungan ini. Ia takut
semuanya terjadi.
Gadis menutup wajahnya dengan kedua tangan nya. Ia mulai
sesegukan,butiran air mulai menetes satu persatu dari matanya. Ia menangis
tanpa suara. Nindia megusap pundak Gadis dan menarik Gadis ke dalam pelukan
nya. Tangis Gadis pecah di pelukan sahabatnya itu. Nindia membisikan sesuatu di
telinga Gadis.
“Cuma satu
hal yang perlu lo inget. Semakin keras lo genggam pasir, semakin mudah juga
pasir itu lepas dari genggaman lo”
0 comments:
Post a Comment